Objek Filsafat
Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu
penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti
mempunyai objek, yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek
formal.
1.
Objek Material
Filsafat
Objek material, yaitu
suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Boleh juga objek material adalah hal yang diselidiki,
dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa
saja, baik hal-hal konkret atau pun hal
yang abstrak.
Objek material
dari filsafat ada beberapa istilah dari para cendekiawan, namun semua itu
sebenarnya tidak ada yang bertentangan.
1)
Mohammad Noor Syam berpendapat, ‘Para
ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dibedakan atas objek material atau
objek materiil filsafat; segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik
materiil konkret, phisis maupun non materiil abstrak, psikhis. Termasuk pula
pengertian abstrak-logis, kon- sepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan
demikian objek filsafat tak terbatas' (Mohammad Noor Syam, 1981, hlm. 12)
2)
Poedjawijatna berpendapat, 'Jadi
objek material filsafat ialah ada dan yang mungkin ada. Manakah objek filsafat
dengan objek segala dari keseluruhan ilmu atau dapatkah dikatakan bahwa
filsafat itu keseluruhan dari segala ilmu yang menyelidiki segala sesuatunya
juga?' Dapat dikatakan memang, bahwa objek filsafat yang kami maksud objek
materialnya sama dengan
objek material dari ilmu seluruhnya. Akan tetapi filsafat tetap filsafat dan
bukanlah merupakan kumpulan atau keseluruhan ilmu. (Poedjawijatna, 1980, hlm. 8)
3)
Dr. Oemar Amir Hoesin berpendapat bahwa masalah
lapangan penyelidikan filsafat adalah karena manusia mempunyai kecenderungan
hendak berpikir tentang segala sesuatu dalam alam semesta, terhadap segala yang ada dan yang mungkin
ada, objek sebagai tersebut di atas itu adalah menjadi objek material filsafat’.
4)
Louis O. Kattsoff berpendapat, ‘lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia
serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui manusia'. (Burhanuddin Salam,
1988, hlm.39)
5)
Drs. H.A. Dardiri berpendapat, 'objek material
filsafat adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam
kenyataan maupun ada dalam
kemungkinan'. Kemudian apakah gerangan segala sesuatu yang ada itu? Segala sesuatu
yang ada dapat dibagi dua, yaitu
a.
ada yang bersifat umum, dan
b.
ada yang bersifat khusus.
Ilmu
yang menyelidiki tentang hal ada pada umumnya disebut ontologi. Adapun ada yang bersifat khusus dibagi
dua, yaitu ada yang mutlak, dan ada yang tidak mutlak. Ilmu yang menyelidiki
tentang ada yang bersifat mutlak disebut theodicea. Ada yang tidak
mutlak dibagi lagi menjadi dua, yaitu alam dan manusia. Ilmu yang menyelidiki
alam disebut kosmologi dan ilmu yang menyelidiki manusia disebut antropologi
metafisik. (H.A. Dardiri, 1986, hlm. 13-14)
6)
Abbas Hamami M. berpendapat, ‘sehingga dalam filsafat objek materiil
itu adalah ada yang mengatakan, alam semesta, semua keberadaan, masalah hidup, masalah
manusia, masalah Tuhan dan lainnya. Karena itulah maka untuk menjadi satu
pendapat tentang tumpuan
yang berbeda itu akhirnya dikatakan bahwa
segala sesuatu yang 'ada’ lah yang
merupakan objek materiil’. (Abbas Hamami M.,
1976, hlm. 5-6)
Setelah
meneropong berbagai pendapat dari para ahli tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa objek material dari filsafat adalah sangat luas yaitu yang mencakup
segala sesuatu yang ada. Sedangkan persoalan-persoalan dalam kefilsafatan
mengandung ciri-ciri seperti yang dikemukakan Ali Mudhofir (1996),
yaitu sebagai berikut.
l) Bersifat
sangat umum. Artinya persoalan kefilsafatan tidak bersangkutan dengan
objek-objek khusus. Dengan kata lain sebagian besar masalah kefilsafatan
berkaitan ide-ide besar. Misalnya, filsafat tidak menanyakan"berapa harta
yang Anda sedekahkan dalam satu bulan?" Akan tetapi, filsafat menanyakan "apa
keadilan itu?"
2)
Tidak menyangkut fakta. Dengan kata lain
persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif. Persoalan-persoalan yang dihadapi dapat melampaui
pengetahuan ilmiah.
3)
Bersangkutan dengan nilai-nilai (values), artinya persoalan-persoalan kefilsafatan bertalian dengan
pernilaian baik nilai moral, estetis, agama, dan sosial. Nilai dalam pengertian ini adalah suatu
kualitas abstrak yang ada pada sesuatu hal.
4)
Bersifat kritis artinya, filsafat
merupakan analisis secara kritis terhadap konsep- konsep dan arti-arti yang biasanya diterima dengan
begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan secara kritis.
5)
Bersifat sinoptik artinya, persoalan
filsafat mencakup struktur kenyataan secara keseluruhan. Filsafat merupakan
ilmu yang membuat susunan kenya- taan
sebagai keseluruhan.
6)
Bersifat implikatif artinya,
kalau sesuatu persoalan kefilsafatan sudah di jawab, maka dari jawaban tersebut akan memunculkan
persoalan baru yang saling berhubungan. Jawaban yang dikemukakan mengandung
akibat-akibat lebih jauh yang menyentuh kepentingan-kepentingan manusia.
2.
Objek Formal
Filsafat
objek formal, yaitu sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian
atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot.
Objek formal suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada
saat yang sama membedakannya dari bidang lain. Satu objek material dapat
ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang
berbeda-beda. Misalnya objek
materialnya adalah "manusia" dan manusia ini ditinjau dari sudut pandangan
yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia di antaranya
psikologi, antropologi, sosiologi, dan
sebagainya.
Objek formal
filsafat yaitu sudut pandangan yang menyeluruh, secara umum, sehingga dapat mencapai hakikat dari
objek materialnya. (Lasiyo dan Yuwono, 1985,
hlm.6). Jadi yang membedakan antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain
terletak dalam objek material dan objek formalnya. Kalau dalam ilmu-ilmu lain objek
materialnya membatasi diri, sedangkan pada filsafat tidak membatasi diri. Adapun
pada objek formalnya membahas objek materialnya itu sampai ke hakikat atau esensi dari yang
dihadapinya.
Sumber: Surajiyo.
(2013). Filsafat Ilmu dan Perkembangannnya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar