Minggu, 25 Desember 2016

Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional

Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan yang dialami sekarang merupakan hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa di masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, ingin menciptakan manusia Pancasila. Pada tahun 1959, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan untuk menjaga agar arah pendidikan tidak menuju pembentukan manusia liberal yang dianggap sangat bertentangan dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia( Depdikbud, 1993:79). Kemudian atas instruksi menteri Pengajaran dan Kebudayaan (PM), Prof.DR. Priyono mengeluarkan instruksi yang dikenal dengan nama ”Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana” yang isinya antara lain bahwa
Pancasila merupakan asas Pendidikan nasional.
Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi bangsa yang dianut. Karena sistem pendidikan nasional Indonesia dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Inilah alasan mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional, sedangkan filsafat pendidikan Pancasila adalah subsistem dari sistem Negara pancasila. Dengan kata lain, sistem Negara pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan bangsa dan masyarakat.


 Al-Syaibany, Omar Muhammad Al Toumy. (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Pandangan Filsafat tentang Pendidikan

Pandangan Filsafat tentang Pendidikan
Secara sederhana, filsafat pendidikan adalah nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan filsafat yang menjiwai, mendasari, dan memberikan identitas suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah jiwa, ruh dan kepribadian sistem kependidikan nasional, karenanya sistem
pendidikan nasional wajarlah dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila, citra, dan karsa bangsa kita, atau tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia yang tersimpul dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945, sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasial.
Ada beberapa unsur yang dapat dijadikan tonggak untuk
pengembangan pendidikan lebih lanjut meliputi:
1) Dasar dan tujuan
2) Pendidikan dan perserta didik
3) Kurikulum
4) Sistem pendidikan


 Al-Syaibany, Omar Muhammad Al Toumy. (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Reaksi Terhadap Filsafat Spiritualisme di Yunani

Reaksi Terhadap Filsafat Spiritualisme di Yunani
Spiritualisme merupakan suatu aliran filsafat yang mementikan kerohanian, lawan dan materialisme (Poerdarminta, 1984:963). Karena itu spiritualisme mendasari semua yang ada di alam terdiri dari ruh, sukma, jiwa yang tidak berbentuk dan tidak menempati ruangan. Jiwa mempunyai kekuatan dan dapat melakukan tanggapan (voorsteling) atau sesuatu yang bukan berasal dari tangkapan panca indera, yang datang secara tiba-tiba berbentuk gambaran. Dengan kata lain jiwa adalah alat untuk menerima sesuatu yang bersifat non-materi yang tidak bercampur dengan tangkapan-tangkapan pancaindera lahiriyah. Jiwa ini menangkap angan-angan yang murni dan alami pada lapangan metafisis (Suryadipura, 1994:105). Namun demikian , ternyata ada beberapa filosof yang merasa kurang puas dengan aliran spiritualisme yang dianggap tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Maka lahirlah aliran materialisme. Diantara tokohnya adalah Leukipos dan Demokritus (460-370 SM), yang menyatakan semua kejadian alam adalah atom, dan semuanya adalah materi. Kemudian lahir pila aliran Rasionalisme Rene Descartes, yang menyatakan bahwa pusat segala sesuatu terletak pada dunia rasio, sementara yang alin adalah objeknya. Demikianlah rangkaian reaksi filosof terhadap aliran spiritualisme. Sebenarnya aliran ini tidak saja bergulir di Yunani , tetapi juga di dunia Barat dan Eropa.


 Al-Syaibany, Omar Muhammad Al Toumy. (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Perkembangan Pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno

Perkembangan Pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno
Sejarah menunjukkan bahwa kini filsafat tidak lagi membawa pemikiran mengenai adanya subjek besar sebagaimana masa lalu. Kemajuan ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan alam, telah menggoyahkan dasar-dasar pemikiran filsafat.
Filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan dan perekat kembali berbagai macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya. Jadi jelaslah bagi kita bahwa filsafat
berkembang sesuai dengan perputaran dan perubahan zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa manusia untuk mengetahui salah satu cerita dalam kategori filsafat spiritual kuno. Kira-kira 1200-1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya Zarathusthra, dari keluarga sapitama, yang lahir di tepi sungai, yang ditolong Ahura Mazda dalam masa pemerintahan raja-raja Akhmania (550-530 SM).


 Al-Syaibany, Omar Muhammad Al Toumy. (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Hubungan Filsafat Pendidikan dengan Program Falkutas Pendidikan

Hubungan Filsafat Pendidikan dengan Program Falkutas Pendidikan
Kedudukan filsafat dalam pendidikan merupakan fondasi yang tidak dapat diganti oleh mata kuliah dasar lainnya. Filsafat merupakan sumber nilai dan norma hidup yang menentukan warna dan martabat hidup manusia. Sementara guru adalah pelaksana kegiatan penanaman nilai dan norma nilai pendidikan tersebut. Sumber-sumber dasar dan pedoman yang menentukan arah dan tujuan nilai secara normative itu akan ditanamkan dengan jalan mendidiknya (Saifullah, 1982:14).
Filsafat pendidikan merupakan salah satu ilmu terapan. Ia adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejateraan hidup dan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik dan guru khususnya.
Hubungan filsafat pendidikan dengan program fakultas tarbiah merupakan hubungan sangat erat dan mempunyai nilai relevansi yang tinggi. Hal ini disebakan keberadaan filsafat pendidikan akan membantu memecahkan persoalan-persoalan pendidikan Islam dan dapat membentuk kepribadian pendidik, anak didik, calon pendidik, dan semua yang terlibat di dalam dunia pendidikan. Dengannya diharapkan tercipta manusia yang beriman, bertakwa, berbudi luhur, dan berketrampilan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UUSPN No. 2/1989.


 Al-Syaibany, Omar Muhammad Al Toumy. (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan

Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Filsafat yang dijadikan pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan bangsa, termasuk aspek pendidikan. Filsafat pendidikan yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa. Sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat itu sendiri. Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem-sistem norma tingkah laku yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin upaya pendidikan dan proses tersebut efektif, dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan ilmiah sebagai asas normative dan pedoman pelaksanaan pembinaan (Muhammad Noor Syam, 1988:39).
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan:
1.      Filsafat , dalam arti filosofis, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
2.      Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memilki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3.      Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan (pedagogic).
Menurut Ali Saifullah, antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan terdapat hubungan yang suplementer: filsafat pendidikan sebagi suatu lapangan studi mengarahkan pusat perhatian dan memusatkan kegiatannya pada dua fungsi tugas normative ilmiah, yaitu:
1.      Kegiatan merumuskan dasar-dasar, tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi pendidikan.
2.      Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat (Zuhairini, 1992:18).

Bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat satu hubungan yang erat sekali dan tidak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam system pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya system pendidikan.

Al-Syaibany, Omar Muhammad Al Toumy. (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Ruang Lingkup Bahasan Filsafat dan Filsafat Pendidikan

Ruang Lingkup Bahasan Filsafat dan Filsafat Pendidikan
Ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan pemikiran manusia yang komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik material konkret maupun nonmaterial (abstrak). Jadi, objek filsafat itu tidak terbatas (Muhammad Noor Syam 1988:22).
Secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat yaitu permasalahan kehidupan manusia, alam semesta, dan alam sekitarnya, juga merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
1.      Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (the natureof education);
2.      Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nature of man);
3.      Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan;
4.      Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan;
5.      Merumuskan hubungan antara filsafat Negara (ideology), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (system pendidikan);
6.      Merumuskan system nilai norma atau isi moral pendidikan yang
merupakan tujuan pendidikan
Kesimpulannya, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan adalah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakekat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicitacitakan.
Memperhatikan tujuan atau ruang lingkup filsafat yang begitu luas, maka para ahli pun membatasi ruang lingkupnya. Menurut Will Durant (Hamdani Ali, 1986:7-8), ruang lingkup studi filsafat itu ada lima:
Logika, estetika, etika, politik, dan metafisika. Sebagaimana filsafat umum, filsafat pendidikan juga memiliki beberapa sumber; ada yang tampak jelas dan ada yang tidak jelas. Sumber-sumber primer dari filsafat hidup dan filsafat pendidikan : Manusia, Sekolah, dan Lingkungan.
Menurut Will Durant (Hamdani Ali, 1986:7-8), ruang lingkup studi filsafat itu ada lima: logika, estetika, etika, politik dan metafisika.
1.      Logika. Studi mengenai metode-metoe ideal mengenai berpikir dan meneliti dalam melaksanakan observasi, introspeksi, dedukasi dan induksi, hipotensis dan analisis eksperimental dan lain-lain, yang merupakan bentuk-bentuk aktivitas manusia melalui upaya logika agar bisa dipahami.
2.      Estetika. Studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang sesungguhnya dan merupakan filsafat mengenai kesenian.
3.      Etika. Studi mengenai tingkah laku yang terpuji yang dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang nilainya tinggi. Menurut sacrotes, bahwa etika sebagai pengetahuan tentang baik, buruk, jahat dan mengenai kebijaksanaan hidup.
4.      Politik. Suatu studi tentang organisasi sosial yang utama dan bukan sebagaimana yang diperkirakan orang, tetapi juga sebagai seni pengetahuan dalam melaksanakan pekerjaan kantor. Politik merupakan pengetahuan mengenai organisasi sosial seperti monarki, aristokrasi, demokrasi, sosialisme, markisme, feminisme, dan lain-lain, sebagai ekspresi actual filsafat politik.
5.      Metafisika. Suatu studi mengenai realita tertinggi dari hakikat semua benda, nyata dari benda (ontologi) dan dari akal pikiran manusia (ilmu jiwa filsafat) serta suatu studi mengenai hubungan kokoh antara pikiran seseorang dan benda dalam proses pengamatan dan pengetahuan (epistemologi)
Menurut Imam Barnadib (194:20), filsafat sebagai ilmu yang mempelajari objek dari segi hakikatnya, memiliki beberapa problema pokok, antara lain: realita, pengetahuan dan nilai.
1.      Realita, yakni kenyataan yang selanjutnya mengarah kepada kebenaran, akan muncul bila orang telah mampu mengambil konklusi bahwa pengetahuan yang diperoleh tersebut memang nyata. Realita dibagi oleh matafisika;
2.      Pengetahuan, yakni yang menjawab pertanyaan-pertanyaan, misal apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan tersebut, dan jenis-jenis pengetahuan. Pengetahuan dibagi oleh epistemologi;
3.      Nilai, yang dipelajari oleh filsafat disebut aksiologi. Pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya, misalnya nilai yang bagaimana yang diingini manusia sebagi dasar hidupnya.
Sebagai filsafat umum, filsafat pendidikan memiliki beberapa sumber; ada yang tanpa jelas dan ada yang tidak jelas.
1.      Manusia(people). Manusia kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses kedewasaan atau kematangan. Hal ini tentunya memiliki dampak yang signifikan bagi keyakinan manusia sebagai individu. Orang tua, guru, teman, saudara kandung, anggota keluarga, tetangga dan orang lain dalam masyarakat akan mempengaruhi pemikiran dan tingkah laku individu. Macam-macam hubungan dan pengalaman di atas membantu proses penciptaan sikap dan sistem keyakinannya.
2.      Sekolah. Pengalaman seseorang, jenis sekolah, dan guru-guru di dalamnya merupakan sumber-sumber pokok filsafat pendidikan. Banyak orang yang telah memutuskan untuk berprofesi sebagai guru karena mereka  menyenangi sekolah, atau mungkin karena dipengaruhi seseorang selama belajar disekolah. Sekolah telah mempengaruhi dan terus akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
3.      Lingkungan (environment). Lingkungan sosial budaya tempat seseorang tinggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan. Jika seseorang dibesarkan dalam masyarakat yang menempatkan suatu nilai pendidikan yang tinggi hal ini akan
mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
Dengan demikian hubungan fisafat dan filsafat pendidikan menjadi begitu penting. Karena masalah pendidikan merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam kontek ini, filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.


 Al-Syaibany, Omar Muhammad Al Toumy. (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang