Filsafat
Moral ( Etika)
Etika adalah cabang dari filsafat yang
membicarakan tentang nilai baik-buruk. Etika disebut juga Filsafat Moral. Etika
membicarakan tentang pertimbangan-pertimbangan tentang tindakan-tindakan baik
buruk, susila tidak susila dalam hubungan antar manusia. Etika dari bahasa
Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan moral
dari kata mores yang berarti cara hidup atau adat. Ada perbedaan antara
etika dan moral. Moral lebih tertuju pada suatu tindakan atau perbuatan yang
sedang dinilai, bisa juga berarti sistem ajaran tentang nilai baik buruk.
Sedangkan etika adalah adalah pengkajian secara mendalam tentang sistem nilai
yang ada, Jadi etika sebagai suatu ilmu adalah cabang dari filsafat yang
membahas sistem nilai (moral) yang berlaku. Moral itu adalah ajaran sistem nilai baik-buruk yang diterima sebagaimana
adanya, tetapi etika adalah kajian tentang moral yang bersifat kritis dan
rasional. Dalam perspektif ilmu, istilah ajaran moral Jawa berbeda dengan Etika
Jawa dalam hal cakupan pembahasannya. Banyak pendapat tentang etika, dalam
tulisan ini sengaja hanya dikutip sedikit pendapat yang memadai. “Ethic
(from Greek Ethos „character‟ is the systematic study of the nature of value
concept, „good‟, „bad‟, „ought‟, „right‟ , wrong, etc. and of the general
principles which justify us in applaying them to anything; also called „moral
philosophy‟. “ (Encyclopedia Britanica: 752) “The term „Ethics is used in three
different but related ways, signifying 1) a general pattern or way of life, 2)
a set rules of conduct or moral code, 3) inquiry about way of life of rules of
conduct”. (Edwards, Encyclopedia of Philosophy: 81)
Secara umum etika diklasifikasikan menjadi dua
jenis; pertama etika deskriptif yang menekan pada pengkajian ajaran moral yang
berlaku, membicarakan masalah baik-buruk tindakan manusia dalam hidup bersama.
Yang ke dua etika normatif, suatu kajian terhadap ajaran norma baik buruk
sebagai suatu fakta, tidak perlu perlu mengajukan alasan rasional terhadap
ajaran itu, cukup merefleksikan mengapa hal itu sebagai suatu keharusan. Etika
normatif terbagi menjadi dua: etika umum
yang membicarakan tentang kebaikan secara umum, dan etika khusus yang
membicarakan pertimbangan baik buruk dalam bidang tertentu. Dalam kehidupan
sehari-hari pengertian etika sering disamakan dengan moral, bahkan lebih jauh
direduksi sekedar etiket. Moral berkaitan dengan penilaian baik-buruk mengenai
hal-hal yang mendasar yang berhubungan dengan nilai kemanusiaan, sedang etika
/etiket berkaitan dengan sikap dalam pergaulan, sopan santun, tolok ukur
penilaiannya adalah pantas-tidak pantas.
Di samping itu ada istilah lain yang berkaitan
dengan moral, yaitu norma. Norma berarti ukuran, garis pengarah, aturan, kaidah
pertimbangan dan penilaian. Norma adalah nilai yang menjadi milik bersama dalam
suatu masyarakat yang telah tertanam dalam emosi yang mendalam sebagai suatu
kesepakatan bersama (Charis Zubair: 20) Norma ada beberapa macam: norma sopan
santun, norma hukum, norma kesusilaan (moral), norma agama. Masing-masing norma
ini mempunyai sangsi. Fenomena yang terjadi dalam masyarakat Indonesia dewasa ini
adalah bahwa masyarakat hanya takut pada norma hukum yang mempuyai sangsi yang
jelas dan tegas yang pelaksanaannya berdasarkan kekuatan memaksa. Sedang norma
moral yang pelaksanaannya berdasarkan kesadaran sebagai manusia, tidak ada
sangsi yang nyata mulai ditinggalkan. Esensi pembeda antara manusia dan makhluk
lain adalah pada aspek moralnya.
Pada morallah manusia menemukan esensi
kemanusiaannya, sehingga etika dan moral seharusnya menjadi landasan tingkah
laku manusia debgan segala kesadarannya. Ketika norma moral (moralitas) tidak
ditakuti/dihargai maka masyarakat akan kacau. Moralitas mempunyai nilai yang
universal, dimana seharusnya menjadi spirit landasan tindakan manusia. Norma
moral muncul sebagai kekuatan yang amat besar dalam hidup manusia. Norma moral
lebih besar pengaruhnya dari pada norma sopan santun (pendapat masyarakat pada
umumnya), bahkan dengan norma hukum yang merupakan produk dari penguasa. Atas
dasar norma morallah orang mengambil sikap dan menilai norma lain. Norma lain
seharusnya mengalah terhadap norma moral. (Magnis Suseno: 21) Thomas Aquinas
berpendapat bahwa suatu hukum yang bertentangan dengan hukum moral akan
kehilangan kekuatannya. Mengapa manusia harus beretika/bermoral? Dalam tulisan
ini selanjutnya istilah etika dan moral mempuyai arti yang sama untuk merujuk
pada penilaian perbuatan baik-buruk dengan alasan rasional. Kenapa manusia
dalam kehidupannya harus beretika. Kenapa
segala tindakan manusia tidak lepas dari penilaian, sementara makhluk lain
tidak? Untuk menjawab pertanyaan ini sebaiknya kita telusuri beberapa anggapan dasar tentang hakekat manusia.
Menurut ahli biologi Inggris Charles Robert Darwin yang juga senada dengan
Aristoteles bahwa ada perkembangan dari taraf-taraf kehidupan yaitu, benda
mati-tumbuh-tumbuhan-binatang-manusia. (Sunoto, 63-65 ) Benda mati = tidak
hidup (berkembang) hanya mengalami perubahan karena proses tertentu.
Tumbuh-tumbuhan = benda mati+hidup (berkembang) Binatang = benda mati+ hidup
(berkembang)+nafsu Manusia = benda mati+ hidup (berkembang)+nafsu+akal
Secara
umum yang membedakan manusia dengan binatang adalah pada akalnya. Akal
merupakan unsur pembeda, bukan unsur yang membuat manusia lebih unggul dengan
makhluk lain. Akal memnpunyai dua aspek dalam penggunaannya jika digunakan
secara benar akan meningkatkan taraf kemanusiaaannya, tetapi jika digunakan
secara tidak benar akan menurunkan derajat manusia menjadi binatang bahkan
lebih rendah dari binatang. Evolusi kehidupan yang digambarkan oleh Darwin
tersebut lebih didasarkan pada pertimbangan biologi. Akan lebih baik jika
proses evolusi ini dilanjutkan dengan didasarkan pertimbangan
humanis-filosofis. Dengan demikian akhir dari evolusi kehidupan ini akan
menggambarkan sebagai manusia baik yang terdiri dari unsur: benda mati+hidup
(berkembang)+nafsu+akal+moral. Kekuatan moral dibutuhkan untuk mengendalikan
akal dan nafsu sehingga kehidupan manusia menjadi lebih bermakna. Mengapa
manusia harus bermoral/beretika? Jawabannya adalah karena manusia makhluk yang
berakal, segala perbuatan, tindakan, dan perkataan manusia harus
dipertanggungjawabkan. Perbuatan makhluk berakal senantiasa dinilai. Perbuatan
yang bernilai itulah yang menjadikan kehidupan manusia menjadi bermakna. Hidup
manusia tidak hanya sekedar melangsungkan spesies, tetapi bagaimana ia dapat
bertanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat bangsa/Negara dan
kemanusiaan secara umum. Tuntuntan tanggung jawab ini meyangkut kegiatan
manusia dalam segala bidang. Kenapa hanya manusia yang harus bermoral? Norma
moral itu berlaku mutlak, tetapi tidak memaksa. Norma moral berlaku bagi semua
manusia, tidak berlaku bagi hewan,
karena hanya manusia yang berakal. Semua tindakan manusia dalam segala bidang
itu senantiasa menghadapi penilaian. Tindakan manusia selalu dinilai, dan
setiap saat iapun selalu menilai. Apakah semua manusia sebagai makhluk yang
berakal dikenai norma moral/etika? Jawabnya adalah tidak. Moral dan etika hanya
dikenakan pada manusia yang akalnya berfungsi, manusia yang mempunyai kesadaran
(kesadaran dalam hal ini tidak dalam arti medis, tetapi psikologis-filosofis).
Penilaian hanya ditujukan bagi manusia yang
mempunyai akal dan sudah mempunyai kesadaran. Penilaian moral tidak dikenakan
pada orang yang hilang ingatan, gila, sehingga tidak mempunyai kesadaran atau
anak kecil yang kesadarannya belum tumbuh. Manusia dengan kriteria ini tidak
dikenai tanggung jawab terhadap atas segala tindakannya, kalau dikenai tindakan
maka harus disesuaiakan dengan taraf kesadarannya. Alasan dasar dan rasional
mengapa manusia harus menggunakan moral/etika sebagai landasan segala
tindakannya adalah karena dia berakal dan mempunyai kesadaran. Sebagai contoh:
Ada seekor kucing yang lapar, di depannya ada makanan yang biasa dimakannya, tanpa
banyak pertimbangan dia tentu akan segera menyantapnya. Berbeda dengan manusia,
walaupun ia lapar di hadapannya ada makanan lezat ia tidak akan langsung
menyantapnya. Berbagai macam pertimbangan akan menjadi dasar apakah ia akan
menyantap makanan di depannya, apakah ia berhak menyantapnya, apakah makannya
harus sekarang, bagaimana cara menyantapnya dan lain-lain. Manusia bermoral
tidak akan memakan apa yang bukan haknya, manusia bermoral akan mampu
mengendalikan nafsu untuk makan, manusia juga akan menggunakan kaidah
kepantasan dalam hal cara melakukan sesuatu. Mungkin hal ini dianggap sepele,
justru inilah harus disadari bahwa untuk hal yang kecil dan aktivitas
sehari-hari saja banyak sekali pertimbangan, apalagi untuk masalah yang lebih
besar dan mendasar. Sebagai contoh koruptor secara hakiki bisa dikatakan bukan
manusia, tetapi seperti binatang, karena ada beberapa spesies binatang yang
mempunyai otak memadai sehingga mempunyai kecerdasan, bahkan lebih rendah dari
binatang. Binatang tidak bisa membedakan yang mana yang menjadi haknya dan yang
mana bukan, namum koruptor bisa membedakan hanya saja ia tidak mau tahu.
Moral mutlak berlaku bagi manusia dalam hidup bersama. Manusia adalah makhluk
yang berbudaya. Kebudayaan ini hanya bisa tumbuh dalam hidup bersama. Manusia
adalah Animal Sociale/Zoon Politicon. Manusia adalah makhluk yang hidup
bersama-sama dengan manusia lain, Ia membutuhkan manusia lain. Makhluk
berbudaya merupakan resultante dari hakekat manusia sebagai Animal Sociale,
Animal Rasionale dan makhluk yang bermoral.
Zubair.
(1987). Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar