Sabtu, 17 Desember 2016

Filsafat Moral ( Etika)

Filsafat Moral ( Etika)
Etika adalah cabang dari filsafat yang membicarakan tentang nilai baik-buruk. Etika disebut juga Filsafat Moral. Etika membicarakan tentang pertimbangan-pertimbangan tentang tindakan-tindakan baik buruk, susila tidak susila dalam hubungan antar manusia. Etika dari bahasa Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan moral dari kata mores yang berarti cara hidup atau adat. Ada perbedaan antara etika dan moral. Moral lebih tertuju pada suatu tindakan atau perbuatan yang sedang dinilai, bisa juga berarti sistem ajaran tentang nilai baik buruk. Sedangkan etika adalah adalah pengkajian secara mendalam tentang sistem nilai yang ada, Jadi etika sebagai suatu ilmu adalah cabang dari filsafat yang membahas sistem nilai (moral) yang berlaku. Moral itu adalah ajaran sistem nilai baik-buruk yang diterima sebagaimana adanya, tetapi etika adalah kajian tentang moral yang bersifat kritis dan rasional. Dalam perspektif ilmu, istilah ajaran moral Jawa berbeda dengan Etika Jawa dalam hal cakupan pembahasannya. Banyak pendapat tentang etika, dalam tulisan ini sengaja hanya dikutip sedikit pendapat yang memadai. “Ethic (from Greek Ethos „character‟ is the systematic study of the nature of value concept, „good‟, „bad‟, „ought‟, „right‟ , wrong, etc. and of the general principles which justify us in applaying them to anything; also called „moral philosophy‟. “ (Encyclopedia Britanica: 752) “The term „Ethics is used in three different but related ways, signifying 1) a general pattern or way of life, 2) a set rules of conduct or moral code, 3) inquiry about way of life of rules of conduct”. (Edwards, Encyclopedia of Philosophy: 81)
Secara umum etika diklasifikasikan menjadi dua jenis; pertama etika deskriptif yang menekan pada pengkajian ajaran moral yang berlaku, membicarakan masalah baik-buruk tindakan manusia dalam hidup bersama. Yang ke dua etika normatif, suatu kajian terhadap ajaran norma baik buruk sebagai suatu fakta, tidak perlu perlu mengajukan alasan rasional terhadap ajaran itu, cukup merefleksikan mengapa hal itu sebagai suatu keharusan. Etika normatif  terbagi menjadi dua: etika umum yang membicarakan tentang kebaikan secara umum, dan etika khusus yang membicarakan pertimbangan baik buruk dalam bidang tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pengertian etika sering disamakan dengan moral, bahkan lebih jauh direduksi sekedar etiket. Moral berkaitan dengan penilaian baik-buruk mengenai hal-hal yang mendasar yang berhubungan dengan nilai kemanusiaan, sedang etika /etiket berkaitan dengan sikap dalam pergaulan, sopan santun, tolok ukur penilaiannya adalah pantas-tidak pantas.
Di samping itu ada istilah lain yang berkaitan dengan moral, yaitu norma. Norma berarti ukuran, garis pengarah, aturan, kaidah pertimbangan dan penilaian. Norma adalah nilai yang menjadi milik bersama dalam suatu masyarakat yang telah tertanam dalam emosi yang mendalam sebagai suatu kesepakatan bersama (Charis Zubair: 20) Norma ada beberapa macam: norma sopan santun, norma hukum, norma kesusilaan (moral), norma agama. Masing-masing norma ini mempunyai sangsi. Fenomena yang terjadi dalam masyarakat Indonesia dewasa ini adalah bahwa masyarakat hanya takut pada norma hukum yang mempuyai sangsi yang jelas dan tegas yang pelaksanaannya berdasarkan kekuatan memaksa. Sedang norma moral yang pelaksanaannya berdasarkan kesadaran sebagai manusia, tidak ada sangsi yang nyata mulai ditinggalkan. Esensi pembeda antara manusia dan makhluk lain adalah pada aspek moralnya.
Pada morallah manusia menemukan esensi kemanusiaannya, sehingga etika dan moral seharusnya menjadi landasan tingkah laku manusia debgan segala kesadarannya. Ketika norma moral (moralitas) tidak ditakuti/dihargai maka masyarakat akan kacau. Moralitas mempunyai nilai yang universal, dimana seharusnya menjadi spirit landasan tindakan manusia. Norma moral muncul sebagai kekuatan yang amat besar dalam hidup manusia. Norma moral lebih besar pengaruhnya dari pada norma sopan santun (pendapat masyarakat pada umumnya), bahkan dengan norma hukum yang merupakan produk dari penguasa. Atas dasar norma morallah orang mengambil sikap dan menilai norma lain. Norma lain seharusnya mengalah terhadap norma moral. (Magnis Suseno: 21) Thomas Aquinas berpendapat bahwa suatu hukum yang bertentangan dengan hukum moral akan kehilangan kekuatannya. Mengapa manusia harus beretika/bermoral? Dalam tulisan ini selanjutnya istilah etika dan moral mempuyai arti yang sama untuk merujuk pada penilaian perbuatan baik-buruk dengan alasan rasional. Kenapa manusia dalam kehidupannya harus beretika. Kenapa segala tindakan manusia tidak lepas dari penilaian, sementara makhluk lain tidak? Untuk menjawab pertanyaan ini sebaiknya kita telusuri beberapa anggapan dasar tentang hakekat manusia. Menurut ahli biologi Inggris Charles Robert Darwin yang juga senada dengan Aristoteles bahwa ada perkembangan dari taraf-taraf kehidupan yaitu, benda mati-tumbuh-tumbuhan-binatang-manusia. (Sunoto, 63-65 ) Benda mati = tidak hidup (berkembang) hanya mengalami perubahan karena proses tertentu. Tumbuh-tumbuhan = benda mati+hidup (berkembang) Binatang = benda mati+ hidup (berkembang)+nafsu Manusia = benda mati+ hidup (berkembang)+nafsu+akal


Secara umum yang membedakan manusia dengan binatang adalah pada akalnya. Akal merupakan unsur pembeda, bukan unsur yang membuat manusia lebih unggul dengan makhluk lain. Akal memnpunyai dua aspek dalam penggunaannya jika digunakan secara benar akan meningkatkan taraf kemanusiaaannya, tetapi jika digunakan secara tidak benar akan menurunkan derajat manusia menjadi binatang bahkan lebih rendah dari binatang. Evolusi kehidupan yang digambarkan oleh Darwin tersebut lebih didasarkan pada pertimbangan biologi. Akan lebih baik jika proses evolusi ini dilanjutkan dengan didasarkan pertimbangan humanis-filosofis. Dengan demikian akhir dari evolusi kehidupan ini akan menggambarkan sebagai manusia baik yang terdiri dari unsur: benda mati+hidup (berkembang)+nafsu+akal+moral. Kekuatan moral dibutuhkan untuk mengendalikan akal dan nafsu sehingga kehidupan manusia menjadi lebih bermakna. Mengapa manusia harus bermoral/beretika? Jawabannya adalah karena manusia makhluk yang berakal, segala perbuatan, tindakan, dan perkataan manusia harus dipertanggungjawabkan. Perbuatan makhluk berakal senantiasa dinilai. Perbuatan yang bernilai itulah yang menjadikan kehidupan manusia menjadi bermakna. Hidup manusia tidak hanya sekedar melangsungkan spesies, tetapi bagaimana ia dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat bangsa/Negara dan kemanusiaan secara umum. Tuntuntan tanggung jawab ini meyangkut kegiatan manusia dalam segala bidang. Kenapa hanya manusia yang harus bermoral? Norma moral itu berlaku mutlak, tetapi tidak memaksa. Norma moral berlaku bagi semua manusia, tidak berlaku bagi hewan, karena hanya manusia yang berakal. Semua tindakan manusia dalam segala bidang itu senantiasa menghadapi penilaian. Tindakan manusia selalu dinilai, dan setiap saat iapun selalu menilai. Apakah semua manusia sebagai makhluk yang berakal dikenai norma moral/etika? Jawabnya adalah tidak. Moral dan etika hanya dikenakan pada manusia yang akalnya berfungsi, manusia yang mempunyai kesadaran (kesadaran dalam hal ini tidak dalam arti medis, tetapi psikologis-filosofis).
Penilaian hanya ditujukan bagi manusia yang mempunyai akal dan sudah mempunyai kesadaran. Penilaian moral tidak dikenakan pada orang yang hilang ingatan, gila, sehingga tidak mempunyai kesadaran atau anak kecil yang kesadarannya belum tumbuh. Manusia dengan kriteria ini tidak dikenai tanggung jawab terhadap atas segala tindakannya, kalau dikenai tindakan maka harus disesuaiakan dengan taraf kesadarannya. Alasan dasar dan rasional mengapa manusia harus menggunakan moral/etika sebagai landasan segala tindakannya adalah karena dia berakal dan mempunyai kesadaran. Sebagai contoh: Ada seekor kucing yang lapar, di depannya ada makanan yang biasa dimakannya, tanpa banyak pertimbangan dia tentu akan segera menyantapnya. Berbeda dengan manusia, walaupun ia lapar di hadapannya ada makanan lezat ia tidak akan langsung menyantapnya. Berbagai macam pertimbangan akan menjadi dasar apakah ia akan menyantap makanan di depannya, apakah ia berhak menyantapnya, apakah makannya harus sekarang, bagaimana cara menyantapnya dan lain-lain. Manusia bermoral tidak akan memakan apa yang bukan haknya, manusia bermoral akan mampu mengendalikan nafsu untuk makan, manusia juga akan menggunakan kaidah kepantasan dalam hal cara melakukan sesuatu. Mungkin hal ini dianggap sepele, justru inilah harus disadari bahwa untuk hal yang kecil dan aktivitas sehari-hari saja banyak sekali pertimbangan, apalagi untuk masalah yang lebih besar dan mendasar. Sebagai contoh koruptor secara hakiki bisa dikatakan bukan manusia, tetapi seperti binatang, karena ada beberapa spesies binatang yang mempunyai otak memadai sehingga mempunyai kecerdasan, bahkan lebih rendah dari binatang. Binatang tidak bisa membedakan yang mana yang menjadi haknya dan yang mana bukan, namum koruptor bisa membedakan hanya saja ia tidak mau tahu.
Moral mutlak berlaku bagi manusia dalam hidup bersama. Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Kebudayaan ini hanya bisa tumbuh dalam hidup bersama. Manusia adalah Animal Sociale/Zoon Politicon. Manusia adalah makhluk yang hidup bersama-sama dengan manusia lain, Ia membutuhkan manusia lain. Makhluk berbudaya merupakan resultante dari hakekat manusia sebagai Animal Sociale, Animal Rasionale dan makhluk yang bermoral.
Zubair. (1987). Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar