Filsafat Ilmu Era Renaisance
Memasuki masa
Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan baru
terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang dipelopori
oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei
(1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah
serta metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh.
Selanjutnya
pada Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandi dengan
munculnya Roger Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern
yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bacon
menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari untung namun
harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu harus mencari untung artinya
dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka itulah
ilmu-ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia. Pengetahuan
manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human knowledge adalah
human power.
Perkembangan
ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada metode eksperimental dana matematis
memasuki abad XVI mengakibatkan pandangan Aritotelian yang menguasai seluruh
abad pertengahan akhirnya ditinggalkan secara defenitif. Roger Bacon adalah
peletak dasar filosofis untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Bacon mengarang Novum
Organon dengan maksud menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu
pengetahuan dengan teori baru. Karyanya tersebut sangat mempengaruhi filsafat
di Inggris pada masa sesudahnya.13 Novum Organon atau New Instrumen berisi
suatu pengukuhan penerimaan teori empiris tentang penyelidikan dan tidak perlu
bertumpu sepenuhnya kepada logika deduktifnya Aritoteles sebab dia pandang
absurd.
Kehadiran Bacon
memberi corak baru bagi perkembangan Filsafat Ilmu, khususnya tentang metode
ilmiah. Hal ini sebagai yang dikemukakan oleh A. B. Shah dalam Scientific
Method, bahwa: “Pengertian yang paling baik tentang metode ilmiah dapat
dilukiskan yang paling baik menurut induksi Bacon”.
Hart mengaggap
Bacon sebagai filosof pertama yang bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat dapat
mengubah dunia dan dengan sangat efektif menganjurkan penyelidikan ilmiah. Beliaulah
peletak dasar-dasar metode induksi modern dan menjadi pelopor usaha untuk
mensistimatisir secara logis prosedur ilmiah. Seluruh asas filsafatnya bersifat
praktis yaitu menjadikan untuk manusia menguasai kekuasaan alam melalui
penemauan ilmiah Menurut Bacon, jiwa manusia yang berakal mempunyai kemamapuan
triganda, yaitu ingatan (memoria), daya khayal (imaginatio) dan
akal (ratio). Ketiga aspek tersebut merupakan dasar segala pengetahuan.
Ingatan menyangkut apa yang sudah diperiksa dan diselidiki (historia),
daya khayal menyangkut keindahan dan akal menyangkut filsafat (philosophia)
sebagai hasil kerja akal.
Sebagai pelopor
perkembangan filsafat ilmu pengetahuan, Roger Bacon juga menguraikan tentang
logika. Bacon menyusun logika meliputi empat macam keterampilan (ars)
yaitu bidang penemuan (ars inveniendi), bidang perumusan kesimpulan
secara tepat (ars iudicandi), bidang mempertahankan apa yang sudah
dimengerti (ars retinendi), dan bidang pengajaran (ars tradendi).
Di sini nampak
bahwa di tengah kancah perkembangan ilmu yang larut dengan pengaruh Aritoteles
kehadiran Bacon berusaha untuk mengubah opini umum tentang sillogisme yang
telah ditawarkan Aristoteles sebelumnya.
Bacon
mengatakan bahwa logika yang digunakan sejak zaman Aristoteles hingga sekarang
(zamannya, pen.) lebih merugikan dari pada menguntungkan. Sillogisme terdiri
atas proposisi-proposisi. Proposisi terdiri atas kata-kata dana katakata adalah
simbol pengertian. Sebab itu apabila pengertian itu sendiri yang merupakan
persoalannya kacau balau dan secara tergesa-gesa diabstraksikan dari pada
faktanya, maka tidak mungkin diperoleh .. atas yang kokoh.atu-satunya harapan
terletak pada induksi modern.
Dalam
perkembangan selanjutnya muncul John Locke (1632-1714) David Hume (1711-1776)
dan Immanuel Kant (1724-1804). Ketiga filosof ini memberi pengaruh cukup besar
terhadap perkembangan filsafat ilmu selanjutnya.
Locke
berpendapat bahwa ketika seorang bayi lahir akalnya seperti papan tulis yang
kosong atau kamera yang merekam kesan-kesan dari luar. Pengetahuan hanya
berasal dari indra yang dibantu oleh pemikiran, ingatan, perasaan indrawi
diatur menjadi bermacam-macam pengetahuan. Locke mengakui adanya ide bawaan (innate
ideas).
Dalam
perkembangan pengetahuan teori Locke dikenal dengan istilah teori tabula
rasa.
Berdasar pada
empirisme radikal yang dianutnya Hume yakin bahwa cara kerja logis induksi yang
diperkenalkan oleh Bacon tidak mempunyai dasar teoritis sama sekali. Logika
induktif ialah kontradiksi: dua kata yang bertentangan satu sama lain sebab
induksi melanggar salah satu hukum logika yaitu bahwa kesimpulan tidak boleh
lebih luas dari pada premis. Sanggahan Hume ini secara konsekwen sesuai dengan
anggapan dasarnya bahwa hanya ada dua cara pengetahuan, yaitu pengetahuan
empiris dan abstract reasoning concerning quantoty or number, yang
keduanya deduktif.
Kant dalam hal
ini memperkenalkan cara pengenalan dan mengambil kesimpulan secara sintetis yang
di peroleh secara a posteriori dan putusan analitis dan diperoleh
secara a priori, di samping itu juga kesimpulan yang bersifat sintetis
yang juga diperoleh secara a priori. Ilmu pasti disusun atas putusan
yang a priori yang bersifat sintetis. Ilmu pengetahuan
mengandaikan adanya putusan - putusan yang memberikan pengertian baru (sintetis)
dan yang pasti mutlak serta bersifat umum (a priori). Maka ilmu
pengetahuan menuntut adanya putusan-putusan yang bersifat a priori yang
bersifat sintesis. Ketiga teorinya ini dikenal dengan
nama Kritik Rasio Murni yang dikemukakan dalam Kritik der Reinen
Vernunft.
Memasuki abad
XIX muncul Johann Gottlieb Fichte (1762-1814) memperkenalkan filsafat Wissenchaftslehre
atau Ajaran Ilmu Pengetahuan (Epistimologi), yang bukan-nya suatu
pemikiran teoritis tentang struktur dan hubungan ilmu pengetahuan melainkan
suatu penyadaran tentang pengenalan diri sendiri yaitu penyadaran metodis di
bidang pengetahuan itu sendiri.
Fichte
menentang Kant yang mengatakan bahwa berfikir secara ilmu-pasti alamlah yang
akan memberikan kepastian di bidang pengenalan. Fichte tidak memisahkan antara
rasio teoritis dan rasio praktis.
Selanjutnya
muncul John Stuart Mill (1806-1873).
Dalam A
system of Logic Mill menyelidiki dasar-dasar teoritis falsafi proses kerja
induksi. Mill melihat bahwa tugas utama logika dalam bidang mengatur cara kerja
induktif lebih dari sekedar menentukan patokan deduksi logistis yang tak pernah
menyampaikan pengetahuan baru kepada kita. Dalam menguraikan logika induktif
Mill mau menghindari daya eksterm yaitu generalisasi empiris dan mencari
dukungan dalam salah satu teori mengenai induksi atau pengertian apriori. Mill
berpendapat bahwa induksi sangat penting, karena jalan pikirannya dari yang
diketahui menuju (proceds) ke yang tidak diketahui.
Menurut Mill,
Pengetahuan yang paling umum dan lama kelamaan muncul untuk diperiksa ialah The
Course of Nature in Uniform yang merupakan asas dasar atau aksioma umum
induksi. Asas utama itu itu paling menjadi paling tampak dalam hukum alam
dasarriah yang disebutnya Law of Causality, artinya setiap gejala alam
yang kita amati mempunyai suatu cause yang dicari dalam ilmu
pengetahuan. Sebab itu adalah keseluruhan syarat-syarat yang perlu (necessary)
dan memadai (suffient) agar gejala terjadi.
Di abad ini
muncul sejumlah tokoh yang pemikirannya erat kaitannya dengan perkembangan
filsafat ilmu, antara lain William Whewel (17954-1866) yang mendukung adanya
intuisi, pertama-tama dalam ilmu pasti mengenai aksiomaaksioma paling dasar dan
menurut contoh ilmu pasti itu titik pangkal unduksi dalam ilmu-ilmu alam juga
bersifat intuitif. Hanya saja arti dan kedudukan intuitif pada diri manusia
tidak diterangkan.
Auguste Comte
(1798-1857). Menurutnya sejak jaman teologis dan metafisis sudah tiba jaman
ilmu positif (empiris) yang defenitif. Dalam hal ilmu positif Comte membedakan
pengetahuan menjadi enam macam ilmu, dari yang paling abstrak: matematika, ilmu
falak, fisika, kimia, ilmu hayat dan sosiologi. Matematika dipandang sebagai
ilmu deduktif, sedangkan lima lainnya dalam keadaan ingin mendekati deduktif
itu. Dalam hal ini Comte berusaha mengadakan kesatuan antara ilmu pasti dan
ilmu empiris.
Bagus Gusti
(2013).Filsafat Ilmu dan Logika.Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar