Minggu, 25 Desember 2016

Zaman Filsafat Socrates, Plato, dan Aristoteles

Zaman Filsafat Socrates, Plato, dan Aristoteles
 1)            Socrates
Socrates adalah filsuf Yunani yang lahir pada tahun 469 SM dan meninggal pada tahun 399 SM. Terkenal sebagai ahli pikir yang dalam sejarah pengetahuan mendapatkan tempat dan penghargaan sesuai dengan hasil karya dan pikirannya. Socrates adalah murid Pythagoras yang utama.
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relatif telah menggoyahkan teori-teori sains yang telah mapan dan mengguncangkan keyakinan agama. Hal ini menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan yang menyebabkan  Socrates harus bangkit. Ia harus meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran yang umum yang dapat dipegang oleh semua orang, sebagian kebenaran memang relatif tetapi tidak semuanya.
Sebagaimana para Sofis, Socrates pun memulai filsafatnya dengan bertitik tolak pada pengalaman sehari-hari dan dari kehidupan yang konkret. Tetapi ada satu perbedaan yang penting sekali antara Socrates dengan kaum Sofis.
Menurut pendapat Socrates, ada kebenaran objektif yang tidak bergantung pada saya dan pada kita. Socrates menekankan pada masalah etika, seperti keadilan, kebenaran, dan kebaikan. Socrates memandang bahwa filsafat bukanlah profesi, sebagaimana para Sofis melainkan sebagai suatu cara hidup. Ada tindakan yang pantas dan ada tindakan yang jelek. Socrates yakin bahwa berbuat jahat adalah suatu kemalangan bagi seorang manusia dan bahwa berbuat baik adalah satu-satunya kebahagiaan baginya. Socrates berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti berikut: Apakah itu hidup yang baik? Apakah kebaikan itu yang mengakibatkan kebahagiaan seorang manusia? Apakah norma yang mengizinkan kita menetapkan baik buruknya suatu perbuatan?. Pertanyaan-pertanyaan ini memang menjadi pusat permasalahan yang dihadapi oleh Socrates.
Socrates menggunakan metode tertentu untuk membuktikan adanya kebenaran yang objektif, Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan dengan cara menganalisis pendapat-pendapat. Socrates selalu menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis sedangkan jawaban-jawaban selanjutnya ditarik konsekuensi-konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban-jawaban tersebut. Metode yang digunakan oleh Socrates disebut dengan dialektika, karena dalam pengajarannya dialog memegang peranan penting. Sebutan yang lain ialah maieutika, seni kebidanan, karena dengan cara ini Socrates mengajarkan ajarannya kepada orang lain dengan mengatakan bahwa dirinya adalah seorang bidan kebenaran yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Socrates tidak menyajikan suatu ajaran yang sistematis, tidak mempunyai murid, tidak mendirikan suatu mazhab, tetapi dia hanya mengajak pengikut-pengikutnya supaya mereka berfilsafat. Socrates berpendapat bahwa yang membuat manusia berdosa adalah kurangnya pengetahuan. Pengetahuan adalah keutamaan. Satu sebab kejahatan adalah ketidaktahuan. Konsep seperti itu sangatlah berbeda dengan etika kristiani.
Berbeda dengan Socrates, para Sofis lebih tertarik pada cara-cara manusia dapat melakukan segala sesuatu untuk dirinya, bukan mencari kebenaran besar. Hal ini mengakibatkan para sofis mengajar menulis pidato, cara memenangkan debat di pengadilan melalui penggunaan paradoks dan argumen yang diputar balikkan. Sikap yang seperti ini membuat mereka mempunyai sifat buruk yang merasa fanatik.
 2)            Plato
Plato lahir pada tahun 427 SM dan meninggal pada tahun 347 SM. Dasar pengetahuan yang benar ialah kenyataan Ilahi. Kenyataan Ilahi sungguh-sungguh ada, sedangkan kenyataan inderawi adalah semu. Ide-ide telah ada pada manusia sebelum lahir ke dunia ini (ide innata). Dunia ini merupakan kediaman asli manusia. Jiwa dengan ide-ide telah ada sebelum muncul di dunia ini. Salah satu kesalahan menyebabkan jiwa jatuh dari dunia atasdan dipersatukan dengan badan. Dunia ini bukanlah tempat tinggal jiwa sehingga hubungan jiwa dan badan bersifat dualism. Jiwa ingin terlepas dan kembali ke asalnya. Badan lebih merupakan penjara bagi jiwa. Filsafat adalah proses penyadaran, benar berarti sesuai dengan ide-ide dalam kenyataan Ilahi. Perbedaan antara Sokrates dan Plato, yaitu:
a)        Socrates mengusahakan adanya definisi tentang hal yang bersifat umum guna menentukan hakikat atau esensi segala sesuatu karena tidak puas dengan mengetahui hanya tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan satu per satu saja.
b)        Plato meneruskan usaha Socrates lebih maju lagi dengan mengemukakan bahwa hakikat atau esensi segala sesuatu bukan hanya sebutan saja, tetapi memiliki kenyataan yang lepas dari hal yang konkrit yang disebut dengan ide. Ide-ide itu nyata ada, di dalam dunia idea.
 3)            Aristoteles
Aristoteles lahir di Stageria, Yunani Utara, anak seorang dokter pribadi Raja Makedonia. Bersama dengan Socrates dan Plato, Aristoteles juga mempunyai pandangan bahwa kebenaran bersifat mutlak dan umum. Bagi Aristoteles, pengertian inderawi yang konkret dan banyak telah mengandung pengertian umum yang diperoleh melalui daya abstraksi akal. Ide diperoleh melalui daya abstraksi akal. Dimensi Ilahi telah hadir dalam kenyataan duniawi. Jadi, kenyataan bukan dua melainkan satu. Dimensi metafisika bukan terpisah melainkan ikut hadir dalam dimensi empiris. Puncak kebenaran terdapat pada keputusan. Kenyataan konkret dalam pandangan Aristoteles bersifat multidimensional yaitu, dimensi empiris, dimensi hakikat, dan dimensi ada. Aristoteles mempertahankan keyakinan spontan dan umum bahwa segala pengetahuan diperoleh dari indera.


 Amsal Bakhtiar (2009). Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia.
Jakarta: Rajawali Pers


Tidak ada komentar:

Posting Komentar