Minggu, 25 Desember 2016

Aliran Filsafat Hukum Positif

Aliran Filsafat Hukum Positif
      Sebelum aliran ini lahir, telah berkembang suatu pemikiran dalam ilmu hukum yang disebut dengan Legisme yang memandang tidak ada hukum di luar undang-undang, dalam hal ini satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang.
1)      Analitis
      Pemikiran ini berkembang di Inggris namun sedikit ada perbedaan dari tempat asal kelahiran Legisme di Jerman. Di Inggris, berkembang bentuk yang agak lain, yang dikenal dengan ajaran Positivisme Hukum dari John Austin, yaitu Analytical Jurisprudence. Austin membagi hukum atas 2 hal, yaitu:
a)      Hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia.
b)      Hukum yang disusun dan dibuat oleh manusia, yang terdiri dari:
-          hukum dalam arti yang sebenarnya. Jenis ini disebut sebagai hukum positif yang terdiri dari hukum yang dibuat penguasa, seperti: undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya, hukum yang dibuat atau disusun rakyat secara individuil yang dipergunakan untuk melaksanakan hak-haknya, contoh hak wali terhadap perwaliannya.
-          Hukum dalam arti yang tidak sebenarnya, dalam arti hukum yang tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum, contoh: ketentuan-ketentuan dalam organisasi atau perkumpulan-perkumpulan.
Menurut Austin, dalam hukum yang nyata pada point pertama, di dalamnya terkandung perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan. Sehingga ketentuan yang tidak memenuhi keempat unsur tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hukum. 
2)      Murni
      Ajaran hukum murni dikatagorikan ke dalam aliran positivisme, karena pandangan-pandangannya tidak jauh berbeda dengan ajaran Auistin. Hans Kelsen seorang Neo Kantian, namun pemikirannya sedikit berbeda apabila dibandingkan dengan Rudolf Stammler. Perbedaannya terletak pada penggunaan hukum alam. Stanmmler masih menerima dan menganut berlakunya suatu hukum alam walaupun ajaran hukum alamnya dibatasi oleh ruang dan waktu. Sedang Hans Kelsen secara tegas mengatakan tidak menganut berlakunya suatu hukum alam, walaupun Kelsen mengemukakan adanya asas-asas hukum umum sebagaimana tercermin dalam Grundnorm/Ursprungnormnya.
      Ajaran Kelsen juga dapat dikatakan mewakili aliran positivisme kritis (aliran Wina). Ajaran tersebut dikenal dengan nama Reine Rechtslehre atau ajaran hukum murni. Menurut ajaran tersebut, hukum harus dibersihkan dari dan/atau tidak boleh dicampuri oleh politik, etika, sosiologi, sejarah, dan sebagainya. Ilmu (hukum) adalah susunan formal tata urutan/hirarki norma-norma. Idealisme hukum ditolak sama sekali, karena hal-hal ini oleh Kelsen dianggap tidak ilmiah. Adapun pokok-pokok ajaran Kelsen adalah sebagai berikut:
a)      Tujuan teori ilmu hukum sama halnya dengan ilmu-ulmu yang lain adalah meringkas dan merumuskan bahan-bahan yang serba kacau dan keserbanekaragaman menjadi sesuatu yang serasi.
b)      Teori filsaft hukum adalah ilmu, bukan masalah apa yang dikehendaki, masalah cipta, bukan karsa dan rasa.
c)      Hukum adalah ilmu normatif, bukan ilmu ke-alaman (natuurwetenschap) yang dikuasai oleh hukum kausalitas.   
d)     Teori/filsafat hukum adalah teori yang tidak bersangkut paut dengan kegunaaan atau efektivitas norma-norma hukum.
e)      Teori hukum adalah formal, teori tentang ara atau jalannya mengatur perubahan-perubahan dalam hukum secara khusus.
f)       Hubungan kedudukan antara tori hukum dengan sistem hukum positif tertentu adalah hubungan antara hukum yang serba mungkin dan hukum yang senyatanya.
Fungsi teori hukum ilah menjelaskan hubungan antara norma-norma dasar dan norma-norma lebih rendah dari hukum, tetapi tidak menentukan apakah norma dasar itu baik atau tidak. Yang disebut belakangan adalah tugas ilmum politik, etiika atau agama.
      Teori konkretisasi hukum menganggap suatu sistem hukum sebagai atau susunan yang piramidal. Stufentheorie diciptakan pertama kali oleh Adolf Merkl (1836-1896), seorang murid dari Rudolf von Jhering,yang kemudian diambil alih oleh Hans Kelsen. Kekuatan berlakunya hukum tertentu tergantung pada norma hukum yang lebih tinggi, demikian seterusnya hingga sampai pada suatu Grundnorm, yang berfungsi sebagai dasar terakhir/tertinggi bagi berlakunya keseluruhan hukum positif yang bersangkutan. Fungsi hukum tersebut bukan dalam arti hukum kodrat, tetapi sebagai suatu Transcendental Logische Voraussetzung, yaitu dalil yang secara transendental menentukan bahwa norma dasar terakhir/tertinggi secara logis harus ada lebih dahulu, yang sekaligus berfungsi sebagai penjelasan atau pembenaran ilmiah bahwa keseluruhan norma-norma c.q. peraturan-peraturan dalam hukum positif yang bersangkutan itu pada hakekatnya merupakan satu kesatuan yang serasi.
      Penulis lain bernama Rudolf Stammler  (1856-1938) merupakan tokoh kebangkitan kembali filsafat c.q. hukum kodrat gaya baru, yaitu hukum kodrat yang senantiasa berubah yang mengajarkan bahwa filsafat hukum adalah ilmu/ajaran tentang hukum yang adil  (die lehre vom richtigen recht). Apabila ilmu hukum meneliti dan mengkaji, secara positif, maka tugas dan fungsi filsafat hukum ialah dengan abstraksi bahan-bahan variabel tersebut, meneliti secara transendental kritis (metode yang berasal dari Kant) bentuk-bentuk kesadaran manusia hingga menerobos sampai pada landasan/dasar transendental logis penghayatan hukum yang berujud hakekat pengertian hukum.
      Hakekat pengertian hukum atau pengertian hukum yang transendental ini mempunyai unsur-unsur: kehendak/karsa, mengikat, berkuasa atas diri dan tidak bisa diganggu (wollen, verbinden, selbstherrlichkeit unverletzbarkeit). Dari hakekat ini lebih lanjut ditarik 8 (delapan) macam kategori hukum, yaitu: subjek hukum, objek hukum, dasar hukum, hubungan hukum, kekuasaan hukum, penundukan hukum, menurut hukum (rechtmatigeheid), dan melawan hukum. Pengertian dasar atau kategori hukum itu berupa metode pikiran formil yang adanya tidak ditentukan oleh atau digantungkan pada isi atau aturan hukum. Asas-asas hukum umum yang menentukan kebaikan isi atuan hukum, tidak termasuk pengertian hukum tetapi tergolong pada cita hukum. Hukum yang adil adalah hukum yang memenuhi syarat atau tertentu “social-ideal”, yakni ujud dari manusia dalam kehidupan masyarakat yang memiliki kehendak bebas (Gemeinschaft frei wollender Menschen). Cita hukum yang sosial ini berfungsi regulatif terhadap sistem hukum positif, tidak semata-mata pada bentuk hukumnya.


Lili Rasjid (1991) Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu?.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar