Filsafat Agama
Manusia yang telah
menyadari eksistensi dirinya akan senantiasa menanyakan banyak hal di dalam
hatinya tentang persoalan yang menjadi misteri dalam hidup ini. Berbagai macam
pertanyaan tentang asal, tujuan, dan alasan manusia hidup di dunia ini semakin
mengalir dalam bisikan hati. Selanjutnya manusia menanyakan tentang keberadaan
alam ini. Keduanya dilakukan hanya untuk menjawab misteri di dunia ini. Semakin
bertambahnya kedewasaan seseorang membuat otak dan logika membentuk sebuah
pengertian dan mengambil kesimpulan tentang adanya Tuhan. Manusia secara fiṭrah bergejolak
mencari dan merindukan Tuhan, mulai dari
perasaan sampai pada penggunaan akal (filsafat). Fiṭrah manusia
terkadang tertutup kabut kegelapan yang mengakibatkan manusia tidak mau
mengenal Tuhannya, namun kekuatan fiṭrah ini tidak dapat dihapuskan
dan sewaktu-waktu muncul dalam kesadaran manusia yang menyebabkan
kerinduan yang mendalam terhadap penciptaNya. Perpaduan antara naluri,
akal, dan wahyu terjadi ketika Tuhan memberikan petunjuk berupa wahyu
yang diberikan kepada para Rasul-rasulNya. Ketegangan hubungan agama dan
filsafat terjadi pada abad pertengahan.
Pemikiran
Yunani sebagai embrio Filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak
pemikiran barat abad pertengahan, modern dan masa berikutnya. Di samping
menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, juga menjadikan agama
sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui bahwa hubungan
filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan
misalnya dunia barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad
modern seakan terjadi pembalasan terhadap agama. Peran agama pada masa modern
digantikan dengan ilmu-ilmu positif.
Amsal Bakhtiar (2009). Filsafat Agama: Wisata Pemikiran
dan Kepercayaan Manusia.
Jakarta: Rajawali Pers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar