Pengertian
Hukum Sebagai Ilmu Filsafat
Bagi mahasiswa yang baru
belajar tentang hukum tentu sangat bermanfaat jika disodori definisi atau
pengertian hukum sebelum mengetahui dan mempelajari filsafat hukum.
MacIver menggambarkan
masyarakat sebagai sarang laba-laba, karena di dalamnya terdapat berbagai
kaidah yang mengatur hubungan antarindividu yang bertujuan untuk menciptakan
kedamaian, ketertiban, dan kesejahteraan. Kaidah/norma sengaja diciptakan agar tidak terjadi benturan-benturan dalam
masyarakat, terutama anatara kepentingan-kepentingan yang saling berlawanan.
Dengan adanya kepentingan-kepentingan yang berbeda dan saling berlawanan,
terciptalah 4 (empat) kaedah/norma, yaitu: kaedah kepercayaan (keagamaan),
kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun (adat), dan kaedah hukum. Dari ke-4 kaedah/norma tersebut hanya kaedah hukum-lah yang lebih melindungi
kepentingan-kepentingan manusia yang sudah dan belum mendapat perlindungan dari
ketiga kaedah tersebut, dengan alasan sebagai berikut:
a.
Dari segi
tujuan, kaedah hukum ditujukan kepada pelaku yang konkrit, untuk ketertiban
masyarakat, agar jangan sampai jatuh korban.
b.
Dari segi
isi, kaedah hukum ditujukan kepada sikap lahir.
c.
Dari segi
asal-usul, berasal dari kekuasaan luar yang memaksa.
d.
Dari segi
sanksi, berasal dari masyarakat secara resmi.
e.
Dari segi
daya kerja, membebani kewajiban dan memberikan hak.
Dengan melihat gambaran
mengenai kaedah hukum sebagaimana telah diuraikan tersebut, rasanya masih
terlalu sulit untuk mendefinisikan hukum, karena memang tidak ada satu pun
sarjana yang dapat membuat pengertian atau definisi hukum secara sempurna.
Tentu saja, untuk mendefinisikan hukum bukanlah pekerjaan yang mudah dan ini
terkait dengan perkembangan sejarah hukum dan aliran-aliran dalam filsafat
hukum yang tentunya dapat mempengaruhi pengertian dari hukum.
Sebagai contoh pertama,
pada zaman Romawi, para pemikir hukum lebih banyak dituntut untuk memberikan
sumbangan pemikiran ke arah pembentukan hukum yang dapat diberlakukan secara
luas di semua wilayah Romawi.
Kedua, pada Zaman
Pertengahan, kekuasaan gereja sedemikian besar sehingga turut melakukan
intervensi ke dalam masalah duniawi, termasuk mengatur pemerintahan, sehingga
hukum yang dihasilkan pada waktu itu
bernafaskan keagamaan dengan mengaitkan inti pemikiran hukum dengan
ajaran-ajaran gereja, misalnya saja Thomas Aquino, yang membagi hukum ke dalam
4 (empat) golongan, yaitu: Lex Aeterna, Lex Divina, Lex Naturalis,
dan Lex Positivis yang nantinya akan
dikupas dalam bagian lain dari tulisan ini mengenai berbagai aliran dalam
filsafat hukum.
Ketiga, pada abad ke-19
hukum dipengaruhi oleh perkembangan dunia ekonomi yang dibarengi dengan
kedudukan negara yang semakin kuat dan kukuh dalam hal melakukan kontrol dan
mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendakinya, sehingga pada masa ini
lahirlah aliran positivisme (analitis maupun murni) yang menekankan pentingnya
kedudukan negara sebagai pembentuk hukum. Pada masa ini, pemikiran dari John
Austin dan Hans Kelsen sangat berpengaruh pada dunia ilmu maupun teori hukum,
baik pada masa tersebut maupun sesudahnya.
Di samping itu, masih
banyak pendapat dari pemikir-pemikir hukum lain, seperti Carl von Savigny dan
Puchta, juga yang lainnya yang nantinya akan dibahas dalam madzab filsafat
hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar