Konsepsi Filsafat Hukum Menurut Roscoe Pound
Roscoe Pound sebagai
salah seorang pendasar aliran Sociological
Jurisprudence yang tumbuh dan berkembang di Amerika Serikat, memiliki 12
(dua belas) konsepsi tentang hukum. Kedua belas konsepsi hukum yang dikemukakan
oleh Pound tersebut dipergunakan untuk menjelaskan gagasan tentang hak-hak
asasi yang sebenarnya berguna untuk menerangkan untuk apa sebenarnya hukum itu,
dan menunjukkan bahwa seberapa mungkin harruslah sedikit hukum itu, karena
hukum merupakan satu kekangan terhadap kebebasan manusia, dan kekangan itu
walaupun hanya sedikit menuntut pembenaran yang kuat. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya 12
konsepsi Pound tentang hukum, karena gagasan untuk apa hukum itu terkandung
sebagian besarnya di dalam gagasan tentang apa hukum itu, maka satu tinjauan
pendek mengenai gagasan tentang sifat hukum dipandang dari pendirian ini akan
sangat berguna dalam mepelajari tujuan hukum dari segi filososfis. Adapun ke-12
konsepsi Pound tentang hukum tersebut terdiri dari
a.
Pertama,
boleh kita kemukakan gagasan tentang satu kaidah atau sehimpunan kaidah yang
diturunkan oleh Tuhan untuk mengatur tindakan manusia, misalnya undang-undang
Nabi Musa, atau undang-undang Hammurabi, yang diturunkan oleh Dewa Matahari
setelah selesai disusun, atau undang-undang Manu yang didiktekan kepada para
budiman oleh putra Manu, Bhrigu namanya, di depan Manu sendiri dan atas
petunjuknya.
b.
Ada
satu gagasan tentang hukum sebagai satu tradisi dari kebiasaan lama yang
ternyata dapat diterima oleh dewa-dewa dan karena itu menunjukkan jalan yang
boleh ditempuh manusia dengan amannya. Sebab manusia primitif, yang menganggap
dirinya dilingkungi oleh kekuatan gaib di dalam alam yang banyak tingkah dan
suka membalas dendam, terus-menerus dalam ketakutan kalau-kalau ia melanggar
sesuatu yang dilarang oleh mahkluk gaib. Dengan demikian ia dan orang
sekampungnya akan dimarahi oleh mahkluk gaib tersebut. Kesalahan umum menuntut
supaya orang melakukan hanya apa yang diperbolehkan, dan melakukan menurut cara
yang digariskan oleh kebiasaan yang sudah lama dituruti, setidaknya jangan
melakukan apa yang tidak disenangi oleh dewa-dewa. Hukum adalah himpunan
perintah yang tradisional akan dicatat, yang di alam kebiasaan itu dipelihara
dan dinyatakan. Bilamana kita menjumpai sehimpunan hukum primitif yang
merupakan tradisi golongan dipunyai oleh satu oligarchi politik, boleh jadi ia akan dianggap sebagai tradisi
golongan, persis seperti sehimpunan tradisi yang sama tetapi dipelihara oleh
ulama atau pendeta, pasti akan dipandang sebagai yang telah diwahyukan oleh
Tuhan.
c.
Gagasan
ini rapat dengan yang kedua, yakni memahamkan hukum sebagai kebijaksanaan yang
dicatat dari para budiman di masa lalu
yang telah dipelajari. Jalan yang selamat, atau jalan kelakuan manusia yang
disetujui oleh Tuhan. Apabila satu kebiasaan tradisional dari keputusan dan
kebiasaan tindakan telah dituliskan dalam kitab undang-undang primitif, mungkin
dia akan dianggap sebagai hukum. Demosthenes yang hidup dalam abad kekempat
sebelum Masehi dapat melukiskan hukum Athena dengan kata-kata tadi.
d.
Hukum
dapat dipahamkan sebagai satu sistem asas-asas yang ditemukan secara filasaft,
yang menyatakan sifat benda-benda, dan karena itu manusia harus menyesuaikan
kelakuannya dengan sifat benda-benda itu. Demikianlah, gagasan sarjana hukum
Romawi, yang sebenarnya merupakan cangkokan dari gagasan kedua dan ketiga tadi,
dan dari satu teori politik tentang hukum sebagai perintah dari bangsa Romawi;
dan semuanya dirukunkan dengan memahamkan tradisi dan kebijaksanaan yang
tercatat dan perintah bangsa-bangsa yang semata-mata sebagai pernyataan atau
pencerminan dari asas-asas yang dicari kepastiannya secara filsafat, harus
diukur, dibentuk, ditafsirkan , dan ditambah oleh yang tigta tadi. Setelah
diolah oleh ahli-ahli filsafat ini, konsepsi yang tersebut tadi kerapkali
mendapat bentuk lain,
e.
Sehingga
kelima hukum dipandang sebagai satu himpunan penegasan dan pernyataan dari satu
undang-undang kesusilaan yang abadi dan tidak berubah-ubah.
f.
Ada
satu gagasan mengenai hukum sebagai satu himpunan persetujuan yang dibuat
manusia di dalam masyarakat yang diatur secara politik, persetujuan yang
mengatur hubungan antara yang seorang dengan yang lainnya. Ini adalah suatu
pandangan demokratis tentang identifikasi hukum dengan kaidah hukum, dan karena
itu dengan pengundangan dekrit dari negara kota yang diperbincangkan di dalam
buku Minos dari Plato. Sudah sewajarnyalah Demosthenes menganjurkan kepada satu
juri di Athena. Sangat mungkin dengan teori serupa itu, satu gagasan filsafat
akan menyokong gagasan politik dan kewajiban moril yang melekat pada suatu
janji akan dipergunakan untuk menunjukkan mengapa orang harus menepati
persetujuan yang mereka buat di dalam majelis rakyat.
g.
Hukum
dipikirkan sebagai satu pencerminan dari akal Illahi yang menguatkan alam
semesta ini; satu pencerminan dari bagian yang menentukan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai satuan yang berkesusilaan, yang berbeda dengan
yang masih dilakukan, yang ditujukan kepada mahkluk lain selain manusia. Begitulah konsepsi Thomas Aquino, yang mempunyai
penganut banyak sampai abad ke-17 dan semenjak itu masih besar pengaruhnya.
h.
Hukum
telah dipahamkan sebagai satu himpunan perintah dari penguasa yang berdaulat di
dalam satu masyarakat yang disusun menurut satu sistem kenegaraan, tentang
bagaimana orang harus bertindak di dalam masyarakat itu, dan perintah itu pada
tingkat terakhir berdasarkan apa saja yang dianggap terdapat di belakang
wewenang dari yang berdaulat. Demikianlah anggapan-anggapan sarjana-sarjana
Romawi pada masa republik dan masa klasik mengenai hukum positif. Dan karena
Kaisar memegang kedaulatan rakyat Romawi yang diserahkan kepada baginda, maka Institutiones dari Kaisar Justinianus
dapat menetapkan bahawa kemauan kaisar mempunyai keuatan satu undang-undang.
Cara berfikir serupa itu cocok dengan pikiran-pikiran ahli-ahli hukum yang giat
menyokong kekuasaan raja dalam memusatkan kerajaan Perancis pada abad ke-16 dan
ke-17, dan dengan perantaraan ahli-ahli hukum itu masuklah cara berfikir itu ke
dalam hukum publik. Rupanya dia sesuai dengan keadaan di sekitar kekuasaan
tertinggi Parlemen di tanah Inggris sesudah tahun 1688 dan menjadi teori hukum
Inggris yang kolot. Demikianlah dia dicocokkan dengan satu teori politik
tentang kedaulatan rakyat yang menurut teori itu, rakyat dianggap sebagai
pengganti parlemen untuk memegang kedaulatan pada waktu Revolusi Amerika, atau
sebagai pengganti Raja Perancis pada waktu Revolusi Perancis.
i.
Satu
gagasan yang menganggap hukum sebagai satu sistem pemerintah, ditemukan oleh
pengalaman manusia yang menunjukkan, bahwa kemauan tiap manusia perseorangan
akan mencapai kebebasan sesempurna mungkin yang sejalan dengan kebebasan serupa
itu pula, yang diberikan kepada kemauan orang-orang lain. Gagasan ini yang
dianut dalam salah satu bentuk oleh mazhab sejarah, telah membagi ksetiaan
sarjana hukum kepada teori hukum sebagai perintah dari pemegang kedaulatan, dan
hal in terjadi hampir di sepanjang abad yang lalu. Menurut anggapan pada masa
itu, pengalaman manusia yang menemukan prinsip hukum ditentukan dengan sesuatu
cara yang tak dapat dielakkan lagi. Ini bukanlah soal daya upaya manusia yang
dilakukannya dengan sadar. Prosesnya ditentukan oleh pengembangan suatu gagasan
mengenai hak dan keadilan, satu gagasan tentang kebebasan yang mewujudkan
dirinya di dalam pelaksanaan peradilan oleh manusia, atau oleh kerja-kerja
hukum yang biologis atau psikologis atau tentang sifat-sifat jenis bangsa, yang
kemudian menghasilkan sistem hukum daru suatu masa dan suatu bangsa yang
bersangkutan.
j.
Orang
menganggap hukum itu sebagai satu sistem asas-asas, yang ditemukan secara
filsafat dan dikembangkan sampai pada perinciannya oleh tulisan-tulisan sarjana
hukum dan putusan pengadilan, yang dengan perantaraan tulisan dan putusan itu
kehidupan lahir manusia diukur oleh akal, atau pada taraf lain, dengan tulisan
dan putusan itu kemauan tiap orang yang bertindak diselaraskan dengan kehendak
orang lain. Cara berfikir ini muncul pada abad ke-19 sesudah ditinggalkan teori
hukum alam dalam bentuk yang mempengaruhi pikiran hukum selama dua abad, dan
filsafat diminta untuk memberikan satu terhadap kritik susunan sistematik dan
perkembangan detail.
k.
Hukum
dipahamkan sebagai sehimpunan atau sistem kaidah yang dipikulkan atas manusia
di dalam masyarakat oleh satu kelas yang berkuasa untuk sementara buat
memajukan kepentingan kelas itu sendiri, baik dilakukan dengan sadar maupun
tidak sadar. Interpretasi ekonomis dari hukum ini banyak bentuknya. Di dalam
satu bentuk yang idealistis, yang dipikirkannya adalah pengembangan satu
gagasan ekonomi yang tak dapat dihindarkan. Di dalam satu bentuk sosiologis
mekanis, pikirannya dihadapkan pada perjuangan kelas atau satu perjuangan untuk
hidup di lapangan perekonomian, dan hukum adalah akibat dari pekerjaan tenaga
atau hukum yang terlibat atau menentukan perjuangan serupa itu. Di dalam betuk
Positivistis-Analistis, hukum dipandang sebagai perintah dari pemegang
kedaulatan, tetapi perintah itu seperti yang ditentukan isi ekonomisnya oleh
kemauan kelas yang berkuasa, pada gilirannya ditentukan oleh kepentingan mereka
sendiri. Semua bentuk ini terdapat dalam masa peralihan dari stabilitas
kematangan hukum ke satu masa pertumbuhan baru. Apabila gagasan bahwa hukum
dapat mencukupkan keperluan sendiri telah ditinggalkan, dan orang mulai mencoba
menghubungkan ilmu hukum dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, yang lebih dulu
menonjol ialah hubungan dengan ilmu ekonomi. Tambahan lagi pada masa
undang-undang banyak dibuat peraturan perundang-undangan yang dundangkan mudah
dianggap orang sebagai type darimperintah hukum, dan satu percobaan hendak
membentuk satu teori tentang pembuatan undang-undang oleh badan legislatif
dianggap memberikan uraian tentang semua hukum.
l.
Akhirnya
ada satu gagasan tentang hukum sebagai perintah dari undang-undang ekonomi dan
sosial yang berhubungan dengan tindak-tanduk manusia di dalam masyarakat, yang
ditemukan oleh pengamatan, dinyatakan dalam perintah yang disempurnakan oleh
pengalaman manusia mengenai apa yang akan terpakai dan apa yang tidak terpakai
di dalam penyelenggaraan peradilan. Teori type ini terdapat pada akhir abad
ke-19, tatkala orang mulai mencari dasar fisik dan biologis, yang dapat
ditemukan oleh pengamatan, dan bukan lagi dasar metafisik, yang ditemukan oleh
perenungan filsafat. Satu bentuk lain menemukan satu kenyataan sosial yang terakhir
dengan pengamatan dan mengembangkan kesmpulan yang logis dari kenyataan itu,
mirip seperti yang dilakukan oleh sarjana hukum metafisika. Ini adalah akibat
lagi dari suatu kecenderungan dalam tahun mutakhir yang hendak mempersatukan
ilmu-ilmu sosial, yang lebih besar kepada teori-teori sosiologi.
Keduabelas konsepsi
tentang hukum tersebut terkait dengan teorinya yang dikenal dengan “Law as a tool of social engineering”.
Untuk itu, Pound membuat penggolongan atas kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi
oleh hukum sebagai berikut:
1)
Kepentingan
Umum (Public Interest), terdiri dari:
a)
kepentingan
negara sebagai badan hukum;
b)
kepentingan
negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
2)
Kepentingan
Masyarakat (Social Interest):
a)
kepentingan
akan kedamaian dan ketertiban;
b)
perlindungan
lembaga-lembaga sosial;
c)
pencegahan
kemerosotan akhlak;
d)
pencegahan
pelanggaran hak;
e)
kesejahteraan
sosial.
3)
Kepentingan
Pribadi (Private Recht):
a)
kepentingan
individu;
b)
kepentingan
keluarga;
c)
kepentingan
hak milik.
Dari klasifikasi tersebut dapat ditarik dua hal penting, yaitu:
Pertama, Pound mengikuti garis pemikiran yang berasal dari von Jhering dan
Bentham, yaitu berupa pendekatan terhadap hukum sebagai ke arah tujuan sosial
dan sebagai alat dalam perkembangan sosial. Penggolongan kepentingan tersebut
sebenarnya merupakan kelanjutan dari apa yang telah dilakukan Jhering. Oleh
karena itu, dilihat dari hal tersebut, Pound dapat pula digolongkan ke dalam
alairan Utilitarianisme dalam kapasitasnya sebagai penerus Jhering dan Bentham.
Kedua, klasifikasi
tersebut membantu menjelaskan premis-premis hukum, sehingga membuat pembentuk
undng-undang, hakim, pengacara, dan pengajar hukum menyadari prinsip-prinsip
dan nilai-nilai yang terkait dalam tiap-tiap persoalan khusus. Dengan kata lain,
klasifikasi tersebut membantu menghubungkan antara prinsip hukum dan
praktiknya.
Lili Rasjid (1991) Filsafat
Hukum, Apakah Hukum Itu?.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar